Pages

Rabu, 28 September 2011

Elegi Pemberontakan Pendidikan Matematika 23: Logicist-Formalist-Foundationalist (Jawaban utk Prof Sutarto Bgn kedua)

Siswa adalah agent utama pengembang ilmu matematika di waktu yang akan datang. Siswa memiliki kemampuan yang terkadang di luar dugaan kita sebagai seorang guru. dan kemampuan siswa tersebut terkadang tidak selalu sama dengan pikiran para matematikawan yang sudah dituliskan dalam buku-buku. Siswa bisa membangun dan mengembangkan apa yang ada dipikirannya sesuai dengan dunia mereka sehingga keterkaitan ruang dan waktu mengikuti perkembangan tersebut. Pengalaman belajar itulah yang akan membawa siswa menjadi agent ilmuwan sejati.
Jika pure mathematics tidak dikomunikasikan ke dalam bahasa siswa dan tidak disampaikan secara riil dan kontekstual maka selamanya matematika akan dianggap sesuatu yang mengerikan oleh siswa.
Matematika dalah bahasa, dimana setiap orang bisa mempelajarinya. Melalui komunikasi yang membangun, maka matematika akan menjadi pelajaran yang menyenangkan bagi para siswa.

Elegi Pemberontakan Pendidikan Matematika 22: Apakah Mat Kontradiktif (Jawaban utk Prof Sutarto Bgn Kesatu)

Dalam posting di atas disebutkan bahwa Mathematician try to research, the Philosopher try to reflect dan Educationist menaruh perhatian kepada para siswa, padahal kita tahu bahwa pencapaian tertinggi atau aktualisasi diri kita adalah merefleksikan apa yang terjadi, apakah dari ketiganya ada yang lebih utama atau harus ada sinergisitas? Kalau harus bersinergi, bagaimana mensinergiskan antara ke tiga kutub besar yaitu Mathematician, Philosopher, dan Educationist agar matematika dapat menjadi suatu ilmu yang melingkupi segala aspek?

Elegi Pemberontakan Pendidikan Matematika 21: Mengapa 3+4=7 kontradiktif? (Bagian Kesatu)

Tugas utama seorang guru adalah bagaimana mampu menyampaiakan matematika sebagai bahasa komunikasi yang dapat diterima oleh peserta didik.
Pada usia siswa, mereka lebih mampu memahami sesuatu yang sifatnya riil dan bermanfaat bagi hidupnya, mereka akan lebih menikmati belajar matematika dengan pembelajaran bermakna.
Dengan pembelajaran berbasis kontekstual dan realistik, siswa tidak merasa takut lagi untuk mempelajari matematika.
Problem-problem yang ada dalam matematika harus mampu dibawa dalam dunia siswa sehingga siswa mampu menyelesaikan masalah tersebut dengan bahasa mereka dan kreativitas yang dimiliki.

Elegi Pemberontakan Pendidikan Matematika 20: Apkh Mat Kontradiktif? (Tanggapn utk Bu Kriswianti bgn kedua)

Pendapat Ebbutt and Straker (1995)mengenai alternatif definisi matematika sangatlah tepat untuk disinergiskan pada tujuan pembelajaran matematika sekolah. Pola dan hubungan, problem solving, investigasi dan komunikasi adalah unsur penting pembentuk matematika dalam pikiran siswa.
Tanpa mengetahui pola dan hubungan yang ada dalam setiap unsur yang terkandung dalam matematika, maka siswa tidak akan mendapatkan makna dari mempelajari matematika. Tanpa problem solving maka siswa akan terkubur kreativitas dan inovasinya untuk mengembangkan hal yang menarik dalam matematika.
tanpa investigasi, siswa akan menjadi konsumen rumus-rumus matematika tanpa mengetahui bagaimana mendapatkan dan menemukan sesuatu yang bermakna dalam matematika.
Tanpa komunikasi maka siswa akan menjadi insan individu dan egois dalam bermatematika serta tidak akan mendapatkan pembelajaran yang bermakna.
Jadi sangatlah tepat apabila unsur yang membentu matematika itu adalah seperti yang pendapat Ebbutt and Straker (1995). Semua itu akan menumbuhkan aspek psikologi, sosial, dan constructiv bagi siswa.
Dengan begitu pembelajaran matematika sekolah akan mempunyai daya tarik bagi siswa dan tidak dianggap sebagai momok oleh para siswa

Elegi Pemberontakan Pendidikan Matematika 19: Apakah Mat Kontradiktif? (Tanggapan utk P Handarto C)

Matematika sebagai ilmu terikat oleh ruang dan waktu, karena tidak semua semesta dalam matematika dapat diterapkan secara global, ada ruang dan waktu tertentu yang berkaitan dengan hal tersebut. Dalam pandangan kaum Logicist-Formalist-Foundationalist keterbatasan matematika hanya sebenarnya adalah bagaimana mengkomunikasikan matematika dalam bahasa dan dimensi yang sesuai dengan objek atau sasarannya. Dengan memperhatikan ruang serta waktunya maka matematika dapat diajarkan sebagai ilmu kepada siapapun dengan inti atau permasalahan yang sama tetapi dengan cara penyampaian yang disesuaikan ruang dan waktunya.

Rabu, 28 September 2011

Elegi Pemberontakan Pendidikan Matematika 23: Logicist-Formalist-Foundationalist (Jawaban utk Prof Sutarto Bgn kedua)

Siswa adalah agent utama pengembang ilmu matematika di waktu yang akan datang. Siswa memiliki kemampuan yang terkadang di luar dugaan kita sebagai seorang guru. dan kemampuan siswa tersebut terkadang tidak selalu sama dengan pikiran para matematikawan yang sudah dituliskan dalam buku-buku. Siswa bisa membangun dan mengembangkan apa yang ada dipikirannya sesuai dengan dunia mereka sehingga keterkaitan ruang dan waktu mengikuti perkembangan tersebut. Pengalaman belajar itulah yang akan membawa siswa menjadi agent ilmuwan sejati.
Jika pure mathematics tidak dikomunikasikan ke dalam bahasa siswa dan tidak disampaikan secara riil dan kontekstual maka selamanya matematika akan dianggap sesuatu yang mengerikan oleh siswa.
Matematika dalah bahasa, dimana setiap orang bisa mempelajarinya. Melalui komunikasi yang membangun, maka matematika akan menjadi pelajaran yang menyenangkan bagi para siswa.

Elegi Pemberontakan Pendidikan Matematika 22: Apakah Mat Kontradiktif (Jawaban utk Prof Sutarto Bgn Kesatu)

Dalam posting di atas disebutkan bahwa Mathematician try to research, the Philosopher try to reflect dan Educationist menaruh perhatian kepada para siswa, padahal kita tahu bahwa pencapaian tertinggi atau aktualisasi diri kita adalah merefleksikan apa yang terjadi, apakah dari ketiganya ada yang lebih utama atau harus ada sinergisitas? Kalau harus bersinergi, bagaimana mensinergiskan antara ke tiga kutub besar yaitu Mathematician, Philosopher, dan Educationist agar matematika dapat menjadi suatu ilmu yang melingkupi segala aspek?

Elegi Pemberontakan Pendidikan Matematika 21: Mengapa 3+4=7 kontradiktif? (Bagian Kesatu)

Tugas utama seorang guru adalah bagaimana mampu menyampaiakan matematika sebagai bahasa komunikasi yang dapat diterima oleh peserta didik.
Pada usia siswa, mereka lebih mampu memahami sesuatu yang sifatnya riil dan bermanfaat bagi hidupnya, mereka akan lebih menikmati belajar matematika dengan pembelajaran bermakna.
Dengan pembelajaran berbasis kontekstual dan realistik, siswa tidak merasa takut lagi untuk mempelajari matematika.
Problem-problem yang ada dalam matematika harus mampu dibawa dalam dunia siswa sehingga siswa mampu menyelesaikan masalah tersebut dengan bahasa mereka dan kreativitas yang dimiliki.

Elegi Pemberontakan Pendidikan Matematika 20: Apkh Mat Kontradiktif? (Tanggapn utk Bu Kriswianti bgn kedua)

Pendapat Ebbutt and Straker (1995)mengenai alternatif definisi matematika sangatlah tepat untuk disinergiskan pada tujuan pembelajaran matematika sekolah. Pola dan hubungan, problem solving, investigasi dan komunikasi adalah unsur penting pembentuk matematika dalam pikiran siswa.
Tanpa mengetahui pola dan hubungan yang ada dalam setiap unsur yang terkandung dalam matematika, maka siswa tidak akan mendapatkan makna dari mempelajari matematika. Tanpa problem solving maka siswa akan terkubur kreativitas dan inovasinya untuk mengembangkan hal yang menarik dalam matematika.
tanpa investigasi, siswa akan menjadi konsumen rumus-rumus matematika tanpa mengetahui bagaimana mendapatkan dan menemukan sesuatu yang bermakna dalam matematika.
Tanpa komunikasi maka siswa akan menjadi insan individu dan egois dalam bermatematika serta tidak akan mendapatkan pembelajaran yang bermakna.
Jadi sangatlah tepat apabila unsur yang membentu matematika itu adalah seperti yang pendapat Ebbutt and Straker (1995). Semua itu akan menumbuhkan aspek psikologi, sosial, dan constructiv bagi siswa.
Dengan begitu pembelajaran matematika sekolah akan mempunyai daya tarik bagi siswa dan tidak dianggap sebagai momok oleh para siswa

Elegi Pemberontakan Pendidikan Matematika 19: Apakah Mat Kontradiktif? (Tanggapan utk P Handarto C)

Matematika sebagai ilmu terikat oleh ruang dan waktu, karena tidak semua semesta dalam matematika dapat diterapkan secara global, ada ruang dan waktu tertentu yang berkaitan dengan hal tersebut. Dalam pandangan kaum Logicist-Formalist-Foundationalist keterbatasan matematika hanya sebenarnya adalah bagaimana mengkomunikasikan matematika dalam bahasa dan dimensi yang sesuai dengan objek atau sasarannya. Dengan memperhatikan ruang serta waktunya maka matematika dapat diajarkan sebagai ilmu kepada siapapun dengan inti atau permasalahan yang sama tetapi dengan cara penyampaian yang disesuaikan ruang dan waktunya.